Jumat, 12 September 2014

Samskara: Hukum Aksi dan Reaksi

Kita semua terbiasa dengan gagasan bahwa setiap tindakan atau gerakan membawa reaksi. Apakah itu ucapan kasar untuk orang lain, batu jatuh ke dalam kolam atau gunung berapi yang meletus dari bumi, setiap gerak selalu memiliki reaksi tertentu atau efek yang berlawanan.

Tantra mengembangkan ide ini dan mengusulkan bahwa melakukan aksi tidak hanya memiliki reaksi eksternal-objektif, tetapi pelaku yang sadar dari suatu tindakannya juga mengalami atau merasakan reaksinya. Artinya, dalam Tantra, setiap ekspresi cinta, kesedihan, kebahagiaan, iri hati, rasa sakit atau perasaan manusia lainnya dipandang sebagai salah satu sumber pengalaman serupa di masa depan dan juga sebagai hasil dari sebelumnya.

Namun, tindakan dalam Tantra bukanlah hanya perilaku eksternal tetapi terutama fenomena mental dengan ada atau tidaknya perilaku aktual atau tindakan fisik terjadi, jika ada pemikiran untuk bertindak maka ada Karma atau aksi telah dilakukan. Karma adalah gerakan pikiran, yang mungkin atau mungkin tidak dinyatakan dengan organ motorik. Sumber Karma atau tindakan ini, 'pelaku' psikis yang juga mengalami hasil dari tindakan, disebut ego.  Ketika dikatakan bahwa untuk setiap tindakan ada reaksi yang sama itu tidak berarti bahwa kita cenderung untuk menemukan diri kita melakukan hal yang sama persis dengan saat situasi yang sama lagi. Sebaliknya, karena tindakan manusia didefinisikan dalam istilah murni psikis maka demikianlah juga reaksinya. Orang harus menjalani penderitaan mental atau kesenangan dengan intensitas yang sama seperti yang saat melakuan atau menikmati tindakan awal. Tapi kondisi eksternal di mana aksi dan reaksi yang dirasakan tidak perlu sama persis.

Setelah tindakan dilakukan, ia meninggalkan kesan pada pikiran, yang lalu matang menjadi keinginan atau kecenderungan mental akan aksi serupa, ini disebut Samskara. Sudah umum kita mendengar orang berbicara tentang Karma dengan arti reaksi dari tindakan masa lalu yag telah atau belum dijalani, tetapi dalam istilah yang lebih tepat, ini tidak mengacu pada tindakan asli/awal tapi lebih pada kesan dalam pikiran, yang menunggu keadaan cocok untuk sebuah reaksi atau pemenuhan. Hampir semua apa yang biasanya kita sebut keinginan atau harapan, sifat karakter kita, kepentingan kita dan kecenderungan kita membenci dan mencintai, adalah ekspresi dari samskara. Artinya, mereka adalah manifestasi pengalaman atau tindakan sebelumnya di dalan pikiran kita.

Tantra mengklasifikasikan samskara menjadi tiga jenis utama:

1) Acquired: reaksi terhadap tindakan motivasi diri yang egois, misalnya reaksi untuk menjadi marah, makan es krim, menonton TV, bermain tenis, dan sebagainya.

2) Imposed : Budaya kita, pendidikan dan lingkungan membentuk kita semua dengan cara yang sangat pasti. Samskara diciptakan oleh tindakan dan pikiran kita sendiri, tetapi cara kita bertindak dan berpikir, sikap di belakang ide-ide dan tindakan kita sangat dipengaruhi oleh masyarakat di mana kita hidup, dan kita masing-masing membawa samskara yang dikenakan/dipaksakan pada kita oleh masyarakat. Misalnya, identitas seksual kita, suka dan tidak suka makanan tertentu, preferensi moral dan sikap umum kita termasuk dalam kategori ini. Rasisme, seksisme dan sebagainya juga sebagian besar Imposed samskara dan Tantra memberi penekanan besar pada pemurnian masyarakat untuk menghindarkan sejauh mungkin pengaruh sifat negatif dan destruktif dari masyarakat.

3) Inborn: ciri-ciri kepribadian, kecenderungan mental dan keinginan yang tidak terpenuhi yang bersama kita sejak lahir dan diwariskan dari kehidupan sebelumnya.

KETENANGAN MENTAL

Dari sudut pandang praktis teori Karma dan Samskara adalah salah satu aspek yang paling penting dari Tantra. Sebagai sistem latihan rohani Tantra didasarkan pada proposisi yang bertujuan agar manusia bisa mencapai kepuasan - keadaan keseimbangan dan ketenangan, atau sering disebut Santosha. Santosha adalah suatu kondisi di mana keinginan ego tidak menekan lapisan pikiran yang lebih tinggi, tidak pula mendorong pikiran sadar ke arah objek-objek eksternal yang terbatas dan sementara. Setelah Santosha dicapai, kesadaran akan kebahagiaan spiritual mampu memancar di dalam pikiran dan realisasi-diri menjadi mungkin. Namun, setiap tindakan menyebabkan hilangnya ketenangan dan membentuk reaksi mental. Ketenangan hanya bisa dicapai ketika semua kesan atau distorsi pikiran, samskara, telah habis dinikmati. karena itu masalah praktis dalam Tantra adalah untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan batin dalam menghadapi gejolak mental yang terus-menerus yang disebabkan oleh tindakan dan samskara.
Dalam keadaan normal manusia termotivasi oleh kesenangan atau pemenuhan keinginan. Kesenangan memungkinkan perkembangan yang sehat dari individu dengan mengekspresikan keinginannya, tetapi juga berakhir dalam kepuasan atau ketenangan terbatas. Jadi, meskipun kita cenderung berpikir kita menginginkan kesenangan demi kesenangan itu, Tantra menyatakan bahwa setiap rasa bahagia demikian sesungguhnya hanyalah reaksi dari suatu tindakan awal dan merupakan upaya pikiran untuk kembali mencapai keadaan yang asli, ketenangannya yang terganggu.

Alasan mengapa kesenangan cepat berlalu dan tidak kekal karena tergantung pada adanya samskara dalam pikiran, dan saat Samskara habis (apakah itu untuk es krim, perjalanan ke luar negeri atau dosis flu ), maka rasa senang - situasi atau pengalaman ini juga akan berakhir. Sebagai contoh, kita mungkin ingin es krim dan makan semangkok untuk membuat kita merasa senang. Namun, setelah merasa puas kita tidak mungkin untuk merasakan kenikmatan yang sama jika diminta menghabiskan mangkok yang kedua atau ketiga. Bahkan es krim berikutnya mungkin menyakitkan atau karena sekarang tidak selaras lagi dengan keinginan kita. Tantra menganggap semua samskara menjadi rantai, apakah mereka dari besi (derita) atau emas (kesenangan), mereka adalah rantai kefanaan dan menjadi hambatan untuk ketenangan abadi dan kebahagiaan spiritual.


Bliss (kebahagiaan spiritual) benar-benar berbeda dari kesenangan. Ia memiliki sumber supra-mental dan benar-benar independen dari indera, tindakan dan samskara. Setiap orang mengalami kenikmatan dan rasa sakit secara individual sesuai dengan samskara mereka sendiri tetapi Bliss adalah sama untuk semua orang. Bliss merupakan kondisi pikiran yang dipenuhi dengan getaran spiritual dan karena itu tidak tergantung samskara, kita dapat mengalaminya terus-menerus dan tidak pernah tumbuh rasa bosan, seperti kita bosan akan es krim. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar