Kamis, 27 November 2014

Kisah: Samskara & Reinkarnasi
*Living with Baba*
Ac.Tapeshvarananda 

Suatu hari pada tahun 1969, Baba memberi demonstrasi tentang spiritualitas. Seorang dada bernama Parashivanandaji, yang duduk dekat-Nya, berpikir dalam hati, “Aku ingin mengetahui kehidupan masa laluku.”

Baba menatap Parashivanandaji dan bertanya, “Mengapa kau ingin mengetahui masa lalumu?” kemudian Baba memanggil dada lain dan mengatakan padanya untuk duduk dalam sikap yang benar. Dengan tongkat-Nya, Baba menyentuh ajina cakra dada dan berkata, “Sekarang konsentrasilah pada dia (Dada Parashivananda) dan bawa pikirannya kembali lima tahun yang lalu, sepuluh tahun, dan dua puluh tahun dan terus hingga kau pergi kembali enam puluh tahun yang lalu.” Kemudian, Baba bertanya, “Apa yang sedang kau lihat?”

Dada menjawab bahwa ia melihat sebuah pohon kelapa. Baba mengatakan padanya untuk konsentrasi lebih dalam. Kemudian, dada berkata, “Aku sedang melihat sebuah kelapa, Baba.”

Baba mengatakan padanya, “Sekarang tariklah pikirannya lebih dari dua ratus tahun…. Sekarang apa yang sedang kau lihat ?”

Dada menjawab, “Ada sebuah kolam besar, dan di salah satu sisi kolam ada sebuah pohon. Di bawah pohon tersebut ada suatu tempat terbuat dari semen. Seorang anak laki-laki sedang duduk di atas tempat tersebut, dan ia sedang menangis.” Kemudian Baba memerintahkan, “Sekarang kembali ke sediakala dan bermeditasilah.”

Baba menjelaskan insiden tersebut. Ia mengatakan bahwa ada seorang suci yang melewati sebuah desa kecil. Beberapa orang desa mendekati orang suci tersebut dan berkata tentang seorang anak laki-laki berusia dua tahun yang baru saja kehilangan kedua orang tuanya, meninggalkan tanpa seorangpun yang merawatnya. Mereka mengatakan bahwa karena anak tersebut tidak memiliki saudara dekat, seorang tetangga memberikannya perlindungan. Mereka memberitahu orang suci itu bahwa ia dapat membawa laki-laki tersebut bersamanya bila ia berkenan.

Pendeta memutuskan untuk membawa anak tersebut bersamanya menuju pertapaanya dan merawatnya dengan kasih sayang. Ia memberikan pendidikan yang memadai agar ia mampu membaca dan menulis. Hal yang paling penting yang ia berikan, bagaimanapun juga adalah bimbingan spiritual. Ketika berusia sepuluh tahun, anak tersebut menjadi sangat pintar dan sangat teratur dalam latihan spiritualnya. Pendeta membimbing anak tersebut sedemikian rupa sehingga ia memperoleh kendali di hampir semua vrttis dan organnya. Namun demikian, anak tersebut hanya mempunyai satu masalah. Kadang kala, ia tak dapat mengendalikan keserakahannya pada makanan. Di bawah pengawasan gurunya yang ketat, perlahan-lahan ia belajar untuk mengendalikan kecenderungan khususnya tersebut.

Pendeta ini juga adalah guru dari seorang raja. Raja tidak memiliki anak. Raja dan ratu keduanya berbakti pada gurunya. Suatu hari, guru memutuskan untuk menguji anak tersebut untuk melihat apakah ia telah mengembangkan kepercayaan diri dan tanggung jawab. Ia mengatakan pada anak tersebut, “Aku akan pergi ke suatu tempat untuk beberapa hari. Kau akan mengurus segalanya.” Pada saat itu, anak tersebut berusia sekitar tiga belas atau empat belas tahun. Guru mengatakan padanya secara khusus, ‘Jangan menerima sesuatu dari luar dan jangan memakan makanan dari luar. Kau hanya harus memakan makanan yang tersedia untukmu di Ashram.” Dengan perintah tersebut, guru melanjutkan perjalannya.

Setelah dua atau tiga hari, ratu dan dayangnya pergi ke ashram untuk bertemu guru. Dia membawa banyak hadiah yang bernilai untuknya. Anak muda tersebut berkata kepada ratu, “Ibu, guruji telah pergi ke suatu tempat. Setelah guruji kembali, silahkan datang kembali dan berikan benda ini secara langsung.”

Namun ratu mempercayai takhyul. Ia tak ingin mengambil kembali hadiah-hadiahnya. Ia mengatakan pada anak itu, “Aku menawarkan semua ini atas nama guruji. Jadi aku tak dapat mengambilnya kembali.”

Sekali lagi, anak tersebut menjawab, “Guruji tidak di sini, jadi aku tidak dapat menerima pemberian ini.”

Ratu menjawab, “Jadi, kalau begitu, aku akan menunggunya. Aku akan mendirikan tenda dan kemah. Aku akan menunggu di sini dengan orang-orangku.”

Anak tersebut berpikir dalam hati bahwa sesungguhnya ini akan menjadi masalah besar. Ia ingin tahu cara menghindari situasi sulit ini. Setelah beberapa lama, ia pergi ke ratu dan berkata, "Ibu, ada sebuah cara untuk memecahkan masalah ini, bila penerimaan hadiah merupakan masalah pokoknya. Aku akan menerima sesuatu sebagai bingkisan atas kemurahan hati ibu. Maka, ibu akan dapat kembali ke rumah dengan sesuatu yang lain. Ketika guruji kembali, ibu dapat kembali dan memberikan segalanya sendiri.

Ratu berpikir bahwa ini merupakan pemecahan yang baik sekali atas masalah ini. Ia tetap membawa segalanya dan menaruhnya di hadapan anak tersebut. Ia ingin memberikan emas dan banyak barang berharga lainnya. Namun anak tersebut secara halus menolaknya. Ratu tentu saja agak kecewa, namun menjawab, “Baiklah, ambillah apapun yang kau sukai.”

Diantara beragam barang-barang berharga yang tersebar dihadapannya adalah buah kelapa. Anak itu berkata kepada ratu bahwa ia akan mengambil buah kelapa sebagai hadiah.

Sementara itu, ratu mengamati bahwa anak tersebut tidak hanya kalem, pendiam dan tulus, namun juga tidak memiliki keinginan untuk hal-hal keduniawian. Melihat hal ini, tanpa disadari ia telah mengembangkan insting keibuannya atas anak tersebut, dan keinginan untuk memilikinya sebagai anak laki-lakinya. Ketika dia menawarkan kelapa kepada anak yang manis, sentien, pikiran tertinggi dalam benaknya adalah untuk memiliki anak tersebut sebagai anak laki-lakinya.

Anak itu menerima kelapa seraya berpikir bahwa tidak masalah mengambil sesuatu barang yang tidak mahal. Ratu menawarkan kelapa tanpa brahmabhava. Dan anak laki-laki juga menerima kelapa tanpa brahmabhava. Memiliki hal ini, keinginan mereka dan samskara menyatu dan terpengaruh satu sama lin. Ratu meninggalkan asram dan kembali ke istananya dengan seluruh hadiah. Keinginan kuat untuk memiliki anak laki-laki itu sebagai anaknya tetap tersimpan.

Namun, dalam beberapa hari, tiba-tiba ratu menderita sakit dan meninggal. Ia meninggal memikirkan anak laki-laki tersebut. Ketika guru kembali, dan menemukan anak laki-lakinya menderita sakit perut. Ia bertanya apakah segalanya berjalan lancar. Anak itu menjawab, “Ya, guruji, tapi aku menderita sakit perut.”

Guru bertanya padanya, “Apakah kau memakan sesuatu dari luar?” Anak laki-laki tersebut menjawab tidak. Guru mengulangi pertanyaan tiga kali dan untuk yang ketiga kalinya anak tersebut menjawab negatif.

Dengan kekuatan spiritualnya, guru melihat bahwa anak tersebut telah menerima pemberian kelapa sebagai hadiah dari ratu.

Sekali lagi, guru bertanya padanya apa yang telah terjadi selama ketidakhadirannya. Anak laki-laki tersebut masih tidak menyebutkan sesuatu tentang kelapa. Maka guru menjadi sangat marah dan menyumpah, “Kau tidak mematuhi perintahku dan memakan kelapa yang diberikan oleh ratu. Karena kau tidak mematuhi perintahku, aku ingin kau segera meninggalkan asram ini!” Maka, anak laki-laki miskin tersebut diusir  untuk meninggalkan ashram.

Bagi anak tersebut, ashram dan gurujinya adalah segalanya! Kemana ia akan pergi? Pada saat itu, sakit perutnya menjadi semakin parah. Kemudian ia meninggalkan tempat ashram ini dan berjalan menangis ke kolam terdekat. Di sana ia duduk dan menangis tanpa henti. Hari berikutnya, anak laki-laki tersebut meninggal karena sakit perutnya.

Baba menjelaskan bahwa dalam kehidupan selanjutnya, ia akan lahir kembali sebagai sebuah pohon kelapa. Dan kehidupannya setelah itu, ia menjadi dada ini. Dan ratu dari kehidupan lalunya menjadi ibunya di kehidupan sekarang.

Bukan guru yang mengutuk anak laki-laki yang dicintainya. Apa yang sedang terjadi adalah hukum alam dan alam semesta dari ciptaan. Baba telah menjelaskan dengan begitu jelas dalam Perintah Agung bahwa “Bagi mereka yang melakukan sadhana dua kali sehari secara teratur, maka pikiran Parama Purusa pasti akan bangkit dalam jiwanya pada saat kematian. Kebebasan terjamin pasti.” Anak laki-laki yang manis dan suci tersebut tidak dapat memahami bahwa hanya karena dia mengabaikan perintah gurunya dan menerima kelapa, ia menderita sakit perut, yang pada akhirnya menyebabkan kematiannya. Gurunya telah membuat pikiran dan tubuhnya sangat suci dan sensitif hingga ia tidak dapat memakan makanan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keinginan duniawi yang kuat untuk lahir kembali. Keinginan guru yang sangat kuat terhadap anak laki-laki itu untuk mendapat pembebasan pada saat kehidupan tersebut. Namun demikian, ratu menginginkannya sebagai anak laki-lakinya. Dengan kata lain, dia menginginkan kelahirannya kembali. Ini merupakan ilmu pengetahuan spiritual yang sangat halus, dan dinamikanya tidak diketahui oleh anak laki-laki itu.

Setelah menceritakan cerita yang panjang ini, Baba bertanya pada Dada Parashivananda, “Apakah kau mengingat segalanya yang berhubungan dengan kelahiranmu?”

Dada Parashivananda menjawab, “Ya, Baba. Pada saat persalinan, ibuku hampir pingsan. Pada kondisi itu ia mendapat mimpi. Dalam mimpi itu ia melihat sebuah kelapa jatuh dari surga. Ia memeluk kelapa tersebut, selanjutnya aku lahir.”

Kemudian, Baba berkata, “Kau menyelesaikan samskara sebagai sebuah pohon kelapa. Kini ia mengambil kembali kelapa dan menyelesaikan samskaranya juga. Parama Purusa sekarang yang akan menjaga segala milikmu!”     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar